-->

Hukum Pajak Kedua : ASAS ASAS PEMUNGUTAN PAJAK





Aristoteles dalam bukunya rethorica menganggap bahwa hukum bertugas mewujudkan keadilan. Sesuai dengan tujuan hukum tersebut, maka tujuan hukum pajak adalah mewujudkan keadilan dalam pemungutan pajak, baik adil dalam perundang-undangannya maupun adil dalam pelaksanaannya.A
Asas ini harus dipegang teguh, tetapi dalam membicarakan keadilan ini kita akan terbentur pada kenyataan bahwa keadilan sangat relatif, yang dulu dianggap adil sekarang tidak adil, begitu pula sebaliknya. Misalnya, dulu negara yang kalah perang harus membayar upeti kepada negara yang menang perang.Sekarang walaupun pembayaran kerugian perang pada hakekatnya tidak jauh berbeda, namun hal tersebut sudah dianggap tidak adil lagi. Contoh lain seperti di jepang, pegawai negeri sipil (PNS) dibebaskan dari pajak pendapatan karena dipandang adil, sebab PNS telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya pada pemerintah. Dalam rangka mewujudkan keadilan dalam perpajakan ini, sebaliknya ditempuh agar pemungutan pajak diselenggarakan secara umum dan merata.Syarat ini sesungguhnya telah terdengar sebelum masa revolusi Prancis. Pada masa itu terdapat kenyataan bahwa rakyat gembel hidup dengan hina dina, sedang kaum bangsawan dan kaum gereja hidup dalam kemewahan.
Rakyat yang telah terbuka matanya menginsyafi bahwa keadaan semacam itu antara lain karena kaum bangsawan dan kaum gereja dibebaskan dari segala macam pajak. Oleh karena hal itulah kemudian diciptakan suatu dalil bahwa dalam pemungutan pajak harus bersifat umum dan merata.Hanya sifat semacam itulah yang dianggap adil oleh mereka. Asas-asas pemungutan pajak sebagai berikut .

1.    Asas Rechtsfilosofisch (asas menurut falsafah hukum)
Setiap hukum tujuannya adalah mewujudkan keadilan (ingat the for maxims), demikian pula dalam hukum pajak seperti yang telah disampaikan sebelumnya. Yang menjadi pertayaan, apakah pemungutan pajak oleh suatu negara berdasarkan pula pada suatu keadilan?Apakah dasar hukum untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak pada negara?Atas dasar apakah negara seakan-akan memberi hak kepada dirinya untuk membebani rakyat dengan pajak?
Dari sini timbulah berbagai teori untuk memberikan dasar hukum kepada negara dalam memungut pajak dari rakyat. Adapun teori-teori tersebut sebagai berikut :

a.    Teori Asuransi
Teori ini menyatakan bahwa pembayaran suatu pajak dianggap sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap masyarakat pada waktu-waktu tertentu, karena dalam pemungutan ini merupakan tugas negara untuk melindungi orang-orang dengan segala kepentingan, keselamatan, keamanan jiwa dan harta bendanya.
Teori ini menyamakan pajak dengan premi asuransi, di mana membayar pajak disamakan dengan membayar premi aasuransi sebagai pihak tertanggung. Sementara itu,  negara diposisikan sebagai pihak penanggung dalam perjanjian asuransi. Dalam perjanjian asuransi, hubungan antara prestasi dan kontraprestasi terjadi secara langsung.
Dalam kenyataannya, negara tidak memberikan ganti rugi begitu saja jika masyarakat menderita kerugian.Selain itu, antara jumlah-jumlah pembayaran pajak dengan jasa-jasa yang diberikan oleh negara tidak memiliki hubungan secara langsung.Oleh karena pincangnya persamaan itu dan karena suatu ajaran bahwa pajak itu bukan retribusi serta pembayaran pajak tidak dapat disamakan denga premi asuransi maka teori ini ditinggalkan oleh penganutnya.

b.    Teori Kepentingan
Dalam ajarannya, teori ini mengatakan bahwa negara mengenakan pajak terhadap rakyatnya karena negara telah melindungi kepentingan rakyat.Teori ini mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi.Jadi, lebih besar kepentingan yang dilindungi maka lebih besar pula pajak yang harus dibayar.
Timbul keberatan-keberatan teori ini, sebab dalam ajarannya pajak disamakan dengan retribusi, yaitu untuk kepentingan yang lebih besar diharuskan pembayaran pajak yang lebih besar pula, padahal orang miskin dalam hal tertentu.Misalnya, dalam lapangan jaminan sosial mempunyai kepentingan yang lebih besar, tetapi kenyataannya orang mislin membayar pajak yang lebih kecil dari si kaya bahkan mungkin tidak membayar pajak.Di samping itu, untuk kepentingan ini belum ada alat pengukurnya sehingga sulit untuk menentukan nilai pajak secara lebih tegas dan tepat.Oleh karena keberatan-keberatan ini, teori ini makin berkurang penganutnya.

c.    Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)
Teori ini muncul berdasarkan paham “Organische Staatsleer” yang mengajarkarkan bahwa justru karena negaralah maka timbul hak untuk memungut pajak. Menurut teori ini orang-orang tidak berdiri sendiri dengan tidak adanya organisasi (negara) tidak akan ada individu sehingga organisasi(negara) ini berhak membebani setiap orang yang ada dalam negara ini dengan kewajiban-kewajiban, antara lain kewajiban membayar pajak dan kewajiban-kewajiban lain yang dibebankan oleh negara.

d.    Teori Daya Beli
Menurut teori ini pajak berfungsi sebagai pompa yang menyedot daya beli dari rumah tangga masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat untuk memelihara hidup masyarakat dan membawa ke arah yang diinginkan (tujuan negara).Bagi masyarakat jika ditinjau dari segi makro memang tidak ada ruginya, tapi kalau dlihat dari segi mikro ada ruginya, yaitu bagi orang kaya yang terkena pajak.Akan tetapi, tidak boleh lupa bahwa kerugian itu diimbangi denga jasa timbal secara tidak langsung, misal untuk membuat/memperbaiki jalan, sekolah-sekolah, memelihara keamanan, dan sebagainya.

e.    Teori Daya Pikul
Menurut teori ini, dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada rakyatnya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta benda rakyat.
Yang menjadi pokok pangkal teori ini adalah asas keadilan, yaitu tekanan pajak itu harus sesuai dengan daya pikul masing-masing. Menurut de Langen seperti dikutip oleh Rochmat Somitro, daya pikul adalah kekuatan seseorang untuk memikul suatu beban dari apa yang tersisa, setelah seluruh penghasilannya dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan primer diri sendiri beserta keluarga. Sementara itu, Cohen Stuart menyamakan daya pikul dengan sebuah jembatan, yakni bahwa daya pikul itu sama dengan seluruh kekuatan pikul jembatan dikurangi dengan bobot sendiri.
Menurut teori ini, kekuatan untuk menyerahkan uang kepada negara baru ada jika kebutuhan-kebutuhan primer untuk hidup diri sendiri dan keluarganya telah tersedia, sebab hak manusia yang pertama adalah hak hidup, termasuk jika dalam keluarga terdapat anak cacat atau orang jompo akan mempengaruhi daya pikul seseorang.

2.    Asas Yuridis
Menurut asas ini, hukum pajak harus dapat memberi jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun warganya.Oleh karena itu, pajak di negara hukum harus berdasarkan pada undang-undang, karena pajak merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik tanpa kontraprestasi yang dapat ditunjuk secara individual dan secara langsung. Dengan kata lain, hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum bagi tercapainya keadilan sehingga dalam hal ini harus diperhatikan hak-hak fiscus maupun wajib pajak di dalam proses pemungutan pajaknya.

3.    Asas Ekonomi
Seperti dalam fungsi mengatur, pajak juga dipergunakan untuk menentukan politik perekonomian. Untuk itu, politik pemungutan pajaknya harus memperhatikan beberapa hal berikut
a.    Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.
b.    Harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.
Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa keseimbangan dalam kehidupan ekonomi tidak boleh terganggu, bahkan harus tetap dipupuk sesuai dengan fungsi mengatur.

4.    Asas Finansial
Sesuai dengan fungsi anggaran yaitu memasukan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara, maka baiya pemungutan pajak harus sekecil-kecilnya dibandingkan dengan pendapatannya.
Mengingat pajak merupakan pungutan paksa yang tidak mendapat kontraprestasi secara langsung, maka menurut Miyasto seperti dikutip oleh Sri Pudyatmoko, pungutan pajak harus memenuhi asas-asas sebagai berikut :
1.    Asas Legal, Setiap pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.
2.    Asas Kepastian Hukum, ketentuan-ketentuan perpajakan tidak boleh menimbulkan keragu-raguan, kebingungan, harus jelas, dan mempunyai satu pengertian.
3.    Asas Efisien, pajak yang dipungut dari masyarakat kemudian digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu jangan sampai biaya pemungutannya justru lebih besar daripada penerimaan pajaknya itu sendiri.
4.    Asas Nondistorsi, pengenaan pajak seharusnya tidak menimbulkan kelesuan ekonomi, mis-alokasi, sumber-sumber daya yang inflasi.
5.    Asas Kesederhanaan, aturan-aturan pajak harus dibuat secara sederhana sehingga mudah dimengerti baik oleh fiscus maupun wajib pajak sebagai yang terkait dalam hubungan pajak.
6.    Asas Adil, alokasi beban pajak pada berbagai golongan masyarakat harus mencerminkan keadilan.

5.    Asas Pengenaan Pajak
Asas pengenaan pajak ini membicaraka tentang yurisdiksi dari suatu negara berhadapan dengan negara lain ( hukum pajak internasional). Selanjutnya, mencari jawaban atas pemasalahan siapa atau pemerintah negara mana yang berwenang memungut pajak terhadap suatu sasaran pajak tertentu. Untuk meneliti secara mendalam mengenai asas pengenaan pajak, ada tiga macam cara pemungutan pajak sebagai berikut :
1.   Asas Tempat Tinggal (domosili)
Asas tempat tinggal adalah asas pemungutan pajak yang penentuannya tergantung kepada tempat tinggal wajib pajak di suatu negara.Menurut asas ini, negara tempat wajib pajak berkediaman berhak mengenakan pajak atas orang-orang itu dari semua pendapatannya/penghasilan yang diperoleh dari mana saja.
2.   Asas Sumber
Asas Sumber adalah asas pemungutan pajak yang penentuannya tergantung kepada adanya suatu sumber di suatu negara. Merekalah yang berhak memungut pajak dengan tidak menghiraukan tempat wajib pajak itu berada. Misalnya seseorang yang bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, tetapi mempunyai sumber penghasilan di Indonesia akan dikenakan pajak atas pendapatan/sumber di wilayah Indonesia. 
3.   Asas Kebangsaan
Pajak berdasarkan asas kebangsaan adalah suatu pajak yang dikenakan oleh suatu negara kepada orang – orang yang mempunyai kebangsaan dari negara itu, artinya negara berwenang mengenakan pajak atas semua warganya dimana saja mereka berada, tanpa menghiraukan tempat tinggalnya.










1 Response to "Hukum Pajak Kedua : ASAS ASAS PEMUNGUTAN PAJAK"

  1. Kami Dari Uptobet.com situs Aman dan terjamin dalam Judi Online :
    Kami menyediakan berbagai game situs judi online Yaitu:
    -SBOBET
    -GAME JOKER
    -S128
    -CASINO ONLINE
    -TEMBAK IKAN
    -SLOT
    -SABUNG AYAM
    Untuk BONUS Kami memberikan Big Bonus:
    New Member Kami berikan Bonus deposit 20% Deposit pertama,
    Deposit Selanjutnya Akan Dapat 10% Untuk setiap X deposit,
    Untuk Deposit Via Pulsa Tidak ada kenak Potongan,
    Untuk Info BONUS Kami Selanjutnya Silakan Hub Kami DI :
    WhatsApp (+62)822 8311 4212
    Joker123
    joker188
    bola88
    casino online
    s128

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel