-->

Hukum Pajak Ketiga : SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK




Ada beberapa cara untuk memungut pajak yang disebut sebagai stelsel atau sistem, yang dibedakan berdasarkan beberapa cara diantaranya : 
Menurut waktu pemungutannya pajak dibedakan menjadi dua :
1.    Voorheffing, yaitu pemungutan pajak yang dilakukan pada awal tahun pajak.
2.    Naheffing yaitu pemungutan pajak yang dilakukan pada akhir tahun pajak.
Contoh.
Tanggal 1 Januari-31 Desember 2000 merupakan tahun pajak tahun 2000. Jika pemungutannya dilakukan dengan caravoorheffing, maka pajak dipungut mulai tanggal 1 Januari 2000, sedangkan jika pemungutannya dilakukan dengan cara naheffing maka pajak dipungut mulai tanggal 1 Januari 2001.
 
B.   Menurut Dasar Penetapan Pajak
Menurut dasar penetapan pajaknya, dikenal tiga stelsel/sistem sebagai berikut :
 
1.    Stelsel/Sistem Fiktif (anggapan)
Dalam sistem ini pemungutan pajak didasarkan pada suatu fiksi hukum atau anggapan tertentu, karena itu dalam sistem ini memakai cara pemungutan pajak voorheffing. Dasar yang dipergunakan sebagai pegangan adalah cara menganggap bahwa penghasilan yang diterima seorang wajib pajak sama besarnya untuk setiap tahun pajak.
Sistem pajak ini digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dan yang menjadi dasar untuk pengenaan pajaknya adalah Nilai Jual Objek Pajak.
 
2.    Stelsel/Sistem Riil (nyata)
Dalam sistem ini, pemungutan pajak didasarkan atas keadaan atau penghasilan yang nyata, yaitu penghasilan yang diterima sebenarnya dalam tahun pajak yang bersangkutan. Maka penghasilan ini, mungkin diketahui pada akhir tahun sehingga pemungutan pajaknya dilakukan dengan caranaheffing. Kebaikan pajak ini adalah pajak yang dipungut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga nilai keadilannya tinggi sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dipungut setelah tahun pajak yang bersangkutan berakhir, sehingga pemerintah harus menunggu uang masuk ke kas negara.
 
 3.    Stelsel/Sistem Campuran
Stelsel ini pada dasarnya merupakan kombinasi antara sistem anggapan dan sistem nyata, sekaligus merupakan upaya untuk menghilangkan kelemahan dari kedua sistem tersebut. Dalam sistem campuran ini, pada awal tahun besarnya utang pajak yang dikenakan dihitung berdasarkan sistem anggapan sehingga awal tahun sudah dapat dikenakan surat ketetapan pajak fiktif. Setelah tahun pajak berakhir, utang pajak dikoreksi dan disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya dengan memakai sistem nyata, maka dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Final.Jika besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah atau sebaliknya.Sistem tersebut diterapkan dalam pajak penghasilan.
 
Menurut yang ditetapkan pajaknya, maka sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga, yaitu official assessment system, self assessment system, dan with holding system.
 
1. Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri official assessment system.
a.      Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiscus.
b.      Wajib pajak bersifat pasif.
c.      Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiscus.
Sistem ini umumnya diterapkan terhadap jenis pajak yang melibatkan masyarakat luas dari semua lapisan, dimana masyarakat selalu subjek pajak dipandang belum mampu diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan menetapkan pajaknya. Misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
 
2.   Self Assessment System
Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri self assessment system.
a.      Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
b.      Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c.      Fiscus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Sistem ini umumnya diterapkan pada jenis pajak yang wajib pajaknya dipandang cukup mampu untuk menghitung dan menetapkan utang pajaknya sendiri. Misalnya, Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Nilai atas Barang dan Jasa (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
            Oleh karena sistem ini memberikan kepercayaan yang besar kepada wajib pajak untuk menghitung, menetapkan dan menyetor pajaknya sendiri maka akan berhasil dengan baik jika wajib pajak sudah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
a.   Tax consciousness/kesadaran pajak bagi wajib pajak.
b.   Kejujuran wajib pajak.
c.   Tax mindedness, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan pajak. Dengan demikian, wajib pajak akan memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang, seperti memasukan Surat Pemberitahuan (SPT) pada waktunya, membayar pajak pada waktunya, dan sebagainya tanpa diperingatkan untuk melakukan itu.
 
3.      With Holding System
With holding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri with holding systemini terletak pada wewenang menentukan besarnya pajak terutang yang ada pada pihak ketiga, selain fiscus dan wajib pajak. Misalnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, di mana pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, dan sebagainya yang diserahi tanggungjawab untuk memotong pajak terhadap penghasilan yang mereka bayarkan.
A.   





0 Response to "Hukum Pajak Ketiga : SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel