Ada beberapa cara untuk memungut pajak yang disebut
sebagai stelsel atau sistem, yang dibedakan berdasarkan beberapa cara
diantaranya : Menurut waktu pemungutannya pajak dibedakan menjadi
dua : 1.Voorheffing,
yaitu pemungutan pajak yang dilakukan pada awal tahun pajak. 2.Naheffing yaitu
pemungutan pajak yang dilakukan pada akhir tahun pajak. Contoh. Tanggal
1 Januari-31 Desember 2000 merupakan tahun pajak tahun 2000. Jika pemungutannya
dilakukan dengan caravoorheffing,
maka pajak dipungut mulai tanggal 1 Januari 2000, sedangkan jika pemungutannya
dilakukan dengan cara naheffing maka
pajak dipungut mulai tanggal 1 Januari 2001. B.Menurut
Dasar Penetapan Pajak Menurut
dasar penetapan pajaknya, dikenal tiga stelsel/sistem sebagai berikut : 1.Stelsel/Sistem
Fiktif (anggapan) Dalam
sistem ini pemungutan pajak didasarkan pada suatu fiksi hukum atau anggapan
tertentu, karena itu dalam sistem ini memakai cara pemungutan pajak voorheffing. Dasar yang dipergunakan
sebagai pegangan adalah cara menganggap bahwa penghasilan yang diterima seorang
wajib pajak sama besarnya untuk setiap tahun pajak. Sistem
pajak ini digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dan yang menjadi
dasar untuk pengenaan pajaknya adalah Nilai Jual Objek Pajak. 2.Stelsel/Sistem
Riil (nyata) Dalam
sistem ini, pemungutan pajak didasarkan atas keadaan atau penghasilan yang
nyata, yaitu penghasilan yang diterima sebenarnya dalam tahun pajak yang
bersangkutan. Maka penghasilan ini, mungkin diketahui pada akhir tahun sehingga
pemungutan pajaknya dilakukan dengan caranaheffing.
Kebaikan pajak ini adalah pajak yang dipungut sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya sehingga nilai keadilannya tinggi sedangkan kelemahannya adalah
pajak baru dapat dipungut setelah tahun pajak yang bersangkutan berakhir,
sehingga pemerintah harus menunggu uang masuk ke kas negara. 3.Stelsel/Sistem
Campuran Stelsel
ini pada dasarnya merupakan kombinasi antara sistem anggapan dan sistem nyata,
sekaligus merupakan upaya untuk menghilangkan kelemahan dari kedua sistem
tersebut. Dalam sistem campuran ini, pada awal tahun besarnya utang pajak yang
dikenakan dihitung berdasarkan sistem anggapan sehingga awal tahun sudah dapat
dikenakan surat ketetapan pajak fiktif. Setelah tahun pajak berakhir, utang
pajak dikoreksi dan disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya dengan memakai
sistem nyata, maka dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Final.Jika besarnya pajak
menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak
harus menambah atau sebaliknya.Sistem tersebut diterapkan dalam pajak
penghasilan. Menurut yang ditetapkan pajaknya, maka sistem pemungutan
pajak dibagi menjadi tiga, yaitu official
assessment system, self assessment system, dan with holding system. 1. Official assessment system adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri official
assessment system. a.Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada fiscus. b.Wajib pajak bersifat pasif. c.Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan
Pajak (SKP) oleh fiscus. Sistem ini umumnya diterapkan terhadap jenis pajak yang
melibatkan masyarakat luas dari semua lapisan, dimana masyarakat selalu subjek
pajak dipandang belum mampu diserahi tanggung jawab untuk menghitung dan
menetapkan pajaknya. Misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 2.Self Assessment System Self assessment system adalah
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri self assessment system. a.Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada wajib pajak sendiri. b.Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang. c.Fiscus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. Sistem ini umumnya
diterapkan pada jenis pajak yang wajib pajaknya dipandang cukup mampu untuk
menghitung dan menetapkan utang pajaknya sendiri. Misalnya, Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Nilai atas Barang dan Jasa (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM). Oleh
karena sistem ini memberikan kepercayaan yang besar kepada wajib pajak untuk
menghitung, menetapkan dan menyetor pajaknya sendiri maka akan berhasil dengan
baik jika wajib pajak sudah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. a.Tax
consciousness/kesadaran pajak bagi wajib pajak. b.Kejujuran wajib pajak. c.Tax
mindedness, disiplin wajib pajak
terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan pajak. Dengan demikian, wajib pajak
akan memenuhi kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh undang-undang,
seperti memasukan Surat Pemberitahuan (SPT) pada waktunya, membayar pajak pada
waktunya, dan sebagainya tanpa diperingatkan untuk melakukan itu. 3.With Holding System With holding system adalah
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-ciri with holding systemini
terletak pada wewenang menentukan besarnya pajak terutang yang ada pada pihak
ketiga, selain fiscus dan wajib
pajak. Misalnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, di mana pemberi kerja,
bendaharawan pemerintah, dana pensiun, dan sebagainya yang diserahi
tanggungjawab untuk memotong pajak terhadap penghasilan yang mereka bayarkan.A.
Share this post
0 Response to "Hukum Pajak Ketiga : SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK"
0 Response to "Hukum Pajak Ketiga : SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK"
Post a Comment