PRO DAN KONTRA PENGHAPUSAN KETENTUAN PEMBATASAN MASA JABATAN WAKIL PRESIDEN
A. DASAR
HUKUM
1. Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 mengenai pembatasan masa
jabatan presiden dan wakil presiden. “Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam
jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.
2. Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum. Bunyi penjelasan pasalnya bahwa : "Yang dimaksud
dengan belum pernah menjabat dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama
adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama
dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut,
walaupun masa jabatan tersebut kurang dari lima tahun".
3. Pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum.
PRO
1. Dalam
Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 hanya mengenai mengenai
pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden, tetapi dalam dalam
bunyi Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu menambahkan frasa “berturut-turut”
dan "tidak berturut-turut", justru bertentangan dengan Pasal 7 UUD
1945 dan telah menambah norma baru.
2. Penalaran
ini telah merugikan hak-hak konstitusional seseorang telah yang dijamin oleh konstitusi (UUD
1945). Akibatnya Penjelasan Pasal 168 huruf n a quo justru menjadi ganjalan
bagi calon untuk mengusulkan beberapa pasangan yang tengah dipertimbangkan
tersebut sehingga jelas merugikan atau setidak-tidaknya berpotensi merugikan"
SOLUSI
1. Tim pro mendukung pengajuan uji materi Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) terutama Penjelasan
Pasal 169 huruf n. Perlu ada penjelasan lebih
lanjut mengenai penjelasan dalam masa jabatan presiden dan wakil presiden.
2. Pasal 7 UUD 1945 harus diperjelas hingga frasa satu kali masa
jabatan itu hanya untuk jabatan presiden.
KONTRA
1. Sesungguhnya ketentuan Pasal 169 huruf n dan 227 huruf i UU
No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) yang melarang capres dan cawapres
yang telah menjabat dua kali masa jabatan tidak dapat kembali mencalonkan diri
untuk ketiga kalinya baik secara berturut-turut maupun tidak, tidak menyimpang
Pasal 7 UUD 1945 yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang
jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan
yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
2. Pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden dalam Pasal
7 Undang-Undang Dasar 1945 dirancang untuk menghindari seseorang berkuasa
terlalu lama dan penyalahgunaan kekuasaan.
3. "Tanpa kata
berturut-turut, mungkin saja bisa kembali menjabat setelah dua periode. Tapi
semangatnya, baik berturut-turut atau tidak, tetap tidak boleh lagi setelah dua
kali menjabat.
4. Argumentasi Wakil Presiden bisa lebih dari dua
periode dinilai keliru. Karena dalam undang-undang sudah jelas tertulis jabatan
presiden-wakil presiden dibatasi dua periode.
5. Sudah luar biasa jelas jabatan presiden-wakil presiden harus
dibatasi sesuai konstitusional.
PENAFSIRAN TEORITIS
1. Aspek penafsiran original intent
(keaslian). Saat proses perdebatan memasukkan ketentuan Pasal 7 UUD 1945 ke
dalam amendemen ke 3 UUD, sebagaimana terekam dalam Naskah Komprehensif Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang,
Proses, dan Hasil Perubahan 1999-2002. (Buku Keempat, Kekuasaan Pemerintah
Negara Jilid I, halaman 472-486).
2. Di dalamnya diuraikan perdebatan dari
para perancang amendemen UUD 1945 para anggota Fraksi MPR RI tahun 2009-2002
yang bersepakat membatasi masa jabatan presiden dan wapres hanya dua kali masa
jabatan baik berturut-turut maupun tidak.
3. Kedua, aspek penafsiran gramatikal
yakni tata bahasa, susunan kata, dan kalimat. Norma yang ada dalam Pasal 7 UUD
1945 itu sudah jelas mengatur pembatasan masa jabatan bukan hanya presiden,
melainkan juga wapres. Bahkan, limitasi periodisasinya jelas hanya untuk 2 kali
masa jabatan baik berturut-turut maupun tidak.
4. Itulah sebabnya ketentuan pasal ini
diulang dalam ketentuan Pasal 169 huruf n UU Pemilu. Maka, seharusnya berlaku
asas hukum in claris non fit interpretatio (suatu ketentuan yang jelas tak
perlu ditafsirkan kembali) oleh siapa pun termasuk oleh hakim MK RI sekalipun.
0 Response to "PRO DAN KONTRA PENGHAPUSAN KETENTUAN PEMBATASAN MASA JABATAN WAKIL PRESIDEN"
Post a Comment