Hukum Pajak Kesatu (1) : Pengertian, Fungsi, Penggolongan dan Kedudukan Hukum Pajak
1. Istilah
Pajak
Istilah
Pajak baru muncul pada abad ke 19 pada
saat penjajahan, pada waktu itu diadakan pungutan yang bernama Landrente yang diciptakan oleh Thomas Stafford Rafles. Pada tahun 1813
dikeluarkan peraturan Landrente Stelsel
Bahwa jumlah uang yang harus dibayar oleh pemilik tanah itu tiap tahunnya
hampir sama besar.
Penduduk
Indonesia menamakan pembayaran landrente itu pajeg atau duwit pajeg yang berasal dari bahasa jawa kata ajeg, yang artinya tetap. Jadi pajeg
diartikan sebagai jumlah uang tetap yang harus dibayar dalam jumlah yang sama
pada tiap tahunnya.
Sekarang,
istilah pajak digunakan untuk menterjemahkan kata asing Belasting, Fiscaal
(Belanda), Tax, Fiscal (Inggris), Streuer (Jerman).Dalam literatur Indonesia
kini “Fiskal” telah menjadi istilah untuk sebutan pajak.
Istilah
Fiskal berasal dari bahasa Latin yaitu Fiscus
yang berarti keranjang yang berisis uang atau kantong uang, pada jaman Kerajaan
Romawi masih berkuasa, kata Fiscusdimaksudkan
untuk “kantong raja”. Kemudian kata itu diidentikan dengan negara, karena pada
waktu itu Negara Romawi berbentuk Monarkhi sehingga tidak ada perbedaan antara
pengertian kas raja dengan kas negara. Oleh karena kepentingan raja dan
kepentingan negara disatukan, maka persoalan-persoalan pemasukan dan
pengeluaran uang pembelanjaan negara itu menjadi persoalan raja sendiri
sehingga kata Fiscusdiidentikan
dengan kas negara. Bahkan sering dengan timbulnya negara-negara demokrasi
akhir-akhir ini kas negara hanya dapat diisi oleh uang rakyat. Dengan demikian,
kata Fiscus juga diidentikan dengan
pengerian alat-alat negara yang diberi tugas memasukan uang rakyat. Selain itu,
pengertian Fiscus telah dipribadikan
serta dianggap sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam teori organ, Cicero
mempersamakan negara dengan individu dan menganggap negara sebagai semangat
yang menjiwai tubuh manusia. Jadi, pengertian Fiscus disini diartikan sebagai seluruh aparatur pajak sebagai wakil
negara.
Oleh
karena itu fiskal dalam arti luas mengandung pengertian segala suatu yang ada
sangkut pautnya dengan keuangan negara termasuk pajak, sedangkan fiskal dalam
pengertian sempit itulah yang disamakan dengan pajak
2. Pengertian Pajak
A. Menurut Prof. DR. JJA Adriani
Pajak
ialah pungutan oleh pemerintah dengan paksaan yuridis untuk mendapatkan
alat-alat penutup bagi pengeluaran-pengeluaran umum (anggaran belanja) tanpa
adanya jasa timbal balik khusus terhadapnya.
B. Menurut Prof DR. H. Rochmat Soemitro,
SH
Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor
pemerintahan) dengan tidak mendapat jasa timbal (tegen Prestatie) yang langsung
dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Atau penegrtian
lain pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk membiayai public
investment.
C. Menurut Dr. Soeparman Soemohamijaya
Pajak adalah Iuran wajib
berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma
hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum.
D. Menurut Prof. Dr. Djajadiningrat
Pajak
sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan negara karena suatu
keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu. Pungutan
tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut peraturan-peaturan yang
ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Untuk itu, tidak ada jasa balik
dari negara secara langsung, misalnya untuk memelihara kesejahteraan umum.
Pajak merupakan iuran
rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat jasa
timbal yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk menbiayai pengeluaran umum
dan pembangunan.
Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat
diamibil kesimpulan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayrnya menurut peraturan
perundang-undangan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Maka dapat disimpulkan sebagai ciri-ciri atau
karakteristik yang melekat pada pengertian pajak adalah :
1. Adanya
iuran masyarakat kepada negara, yang berarti bahwa pajak hanya boleh dipungut
oleh negara, tidak boleh dipungut oleh swasta.
2.
Pemungutan
pajak oleh negara harus berdasarkan undang-undang, berarti pemungutan pajak
dapat dipaksakan.
3.
Tidak
ada imbal jasa (kontraprestasi) dari negara yang secara langsung.
4. Apabila
ada kelebihan hasil pajak untuk membiayai pengeluaran pemerintah maka sisanya
digunakan untuk publik investment.
5. Pajak
dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu pada seseorang.
Selain pajak ada pungutan lain yang dikenal dengan
retribusi dan sumbangan.
Retribusi berbeda dengan pajak,
pembayaran retribusi mendapat imbalan
secara langsung dari pemerintah, misalnya SPP, PDAM dll.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka ciri ciri atau
karakteristik yang terdapat pada retribusi adalah :
1.
Retribusi
di pungut berdasarkan peraturan peraturan yang berlaku untuk umum (UU dan
Perda)
2.
Pembayaran
imbalannya secara langsung yang dapat ditunjuk secara individual.
3.
Hasil
retribusi dipergunakan untuk pelayanan umum berkaitan dengan retribusi yang
bersangkutan.
4.
Pelaksanaannya
dapat dipaksakan, namun paksaan retribusi ini bersifat ekonomis.
Apabila dikaitkan dengan pajak dan retribusi, maka sumbangan mempunyai
ciri-ciri atau karakteristik tertentu, yaitu sebagai berikut.
1. Sumbangan dipungut
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan mengikat umum.
2. Kontraprestasi di dalam sumbangan diberikan pada
golongan.
3. Pelaksanaan dapat dipaksakan dan paksaannya bersifat
yuridis.
Menurut J.J.A. Adriani, perbedaan antara pajak, retribusi, dan sumbangan
terletak pada unsur pelaksanaannya. Pada pajak dan sumbangan paksaannya
bersifat yuridis, artinya dapat membawa akibat-akibat hukum bagi pelanggarnya,
dengan perbedaan bahwa pajak sifat memaksa umumnya jauh lebih kuat daripada
sumbangan. Sementara itu, pada retribusi unsur paksaannya bersifat ekonomis
sehingga pada hakikatnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan untuk
membayarnya atau tidak.
3.
Fungsi Pajak
Dikenal adanya tiga fungsi pajak, yaitu fungsi anggaran (budgeter), fungsi mengatur, (regulerend), dan fungsi sosial.
a.
Fungsi Anggaran (budgeter)
Fungsi anggaran (budgeter)
dari pajak adalah memasukan uang ke kas negara
sebanyak-banyaknya untuk keperluan belanja negara. Dalam hal ini pajak
lebih difungsikan sebagai alat untuk menarik dana dari masyarakat untuk
dimasukan kedalam kas negara. Bahkan untuk Indonesia, dana yang berasal dari
pajak dianggap sebagai pimadona, karena lebih dari setengah anggaran pemeintah
diperoleh dari pajak.
Jadi pajak memang merupakan tujuan, yakni untuk memasukan
uang sebesar-besarnya ke kas negara. Kalau negara memerlukan uang maka negara
mengajukan usul, dalam hal ini negara diwakili oleh Menteri Keuangan, karena
masalah keuangan dibawah kekuasaa Menteri Keuangan.
Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBD) terdiri
atas anggaran pendapatan dan anggaran belanja / pengeluaran. Sementara anggaran
belanja/pengeluaran terdiri atas belanja/pengeluaran rutin belanja/pengeluaran
pembangunan. Anggaran pendapatan itulah yang sebagian diperoleh dari penerimaan
pajak.
b.
Fungsi Mengatur (regulerend)
Mengatur (regulerend)
pajak berfungsi sebgai alat penggerak
masyarakat dalam sarana perekonomian
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, fungsi mengatur ini
mengggunakan pajak untuk mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar
sejalan dengan rencana dan keinginan pemerintah, walaupu kadangkala dari sisi
penerimaan (fungsi anggaran) justru tidak menguntungkan.
Pelaksanaan fungsi ini bisa bersifat positif dan bersifat
negatif. Pelaksanaan fungsi pajak yang bersifat positif maksudnya jika suatu
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat itu oleh pemerintah dipandang sebagai
sesuatu yang positif. Oleh karena itu kegiatan tersebut akan didukung oleh
pemerintah dengan cara memberikan dorongan berupa insentif pajak (tax incentive). Sementara itu
pelaksanaan fungsi mengatur yang bersifat negatif dimaksudkan untuk mencegah
atau menghalangi perkembangan atau menjuruskan kehidupan masyarakat ke arah
tujuan tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat peraturan di bidang
perpajakan yang menghambat dan memberatkan masyarakat untuk melakukan suatu
kegiatan yang ingin diberantas oleh pemerintah. Tindakan pemerintah yang
demikian ini dapat dinamakan des
incentive tax.
c.
Fungsi Sosial
Maksudnya, hak milik perseorangan yang diakui dan
pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Dengan
kata lain besarnya pungutan pajak harus disesuaikan dengan kekuatan seseorang
untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi – tingginya setelah dikurangi
untuk kebutuhan primer.
Dengan demikian, fungsi sosial ini merupakan bagian dari
fungsi mengatur (regulerend),
maksudnya fungsi ini juga mengatur masalah – masalah yang ada hubungannya
dengan kebijaksanaan perpajakan kepada masayarakat. Selain itu, cara pengenaan
tarif pajak harus disesuaikan dengan kekuatan masyarakat wajib pajak.
4.
Penggolongan Pajak
Pajak dapat digolongkan ke dalam berbagai jenis dengan
mempergunakan kriteria – kriteria tertentu.
a. Menurut Administrasi Perpajakan
Menurut administrasi perpajakan, pajak dapat digolongkan
menjadi dua, yakni pajak langsung dan pajak tidak langsung. Kedua pajak
tersebut dapat dilihat dari segi yuridis dan segi ekonomis.
1). Pajak langsung adalah suatu pajak yang dipungut secara
periodik (setiap tahun atau setiap masa), yaitu secara berulang – ulang
berdasarkan suatu penetapan dan berkohir. Misalnya pajak penghasilan (PPh).
2). Pajak Tidak Langsung adalah suatu pajak yang dipungut
secara insidental, yaitu pada saat adanya tatbestand (berupa suatu keadaan,
perbuatan dan peristiwa yang mengakibatkan utang pajak timbul) dan tidak
menggunakan kohir. Misalnya bea materai, Pajak Pertambahan Nilai atas Barang
dan Jasa).
b. Menurut Sifat Pajak
Menurut sifatnya, pajak sapat digolongkan menjadi dua
yaitu pajak perseorangan (persoonlijk)
dan pajak kebendaan (zakelijk).
1) Pajak Perseorangan (persoonlijk) adalah pajak yang dalam penetapannya memperhatikan
dari diri serta keluarga wajib pajak.
2). Pajak Kebendaan (zakelijk)
adalah pajak yang dipungut tanpa memperhatikan diri dan keadaan si wajib pajak.
Seperti bea materai.
c. Menurut Titik Tolak Pungutannya
Menurut titik tolak pungutannya, pajak dapat digolongkan
menjadi pajak subjektif dan pajak objektif.
1). Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya
bertitik tolak pada diri orang/badan yang dikenai pajak misalnya pajak PPh.
2). Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya
bertitik tolak pada objek yang dikenai pajak dan untuk mengenakan pajaknya harus
dicari subjeknya. Misalnya PBB.
d. Menurut Kewenangan Pemungutannya
Menurut kewenangan pemungutannya, pajak dapat digolongkan
menjadi pajak pusat dan pajak daerah.
1). Pajak Pusat/pajak negara adalah pajak yang
kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah. Seperti PPh, Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Bea Materai, Bea Lelang, Bea Masuk dan cukai.
2). Pajak Daerah adalah pajak yang kewenangan
pemungutannyaberada pada pemerintah daerah, baik pada pemerintah provinsi
maupun pemerintah kota/kabupaten.
5. Kedudukan
Hukum Pajak dalam Tata Hukum Nasional
MenurutRochmat Soemitro bahwa hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur
hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar
pajak. Sehingga
hukum pajak menerangkan :
a. Siapa
saja wajib pajak (subjek),
b. Apa
kewajibannya terhadap pemerintah,
c. Hak-hak
pemerintah,
d. Objek
apa saja yang dikenakan pajak
e. Cara
penagihan
f.
Cara pengajuan keberatan-keberatan. Dll
Menurut Santoso
Brotodihardjo bahwa hukum pajak atau disebut hukum fiscal adalah keseluruhan
peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan
seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas negara.Dengan
demikian pajak merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan hukum
antara negara/pemerintah sebagai pemungut pajak dengan orang atau badan hukum
dengan kewajiban membayar pajak (wajib pajak).
Sekalipun
kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara, dalam
pengaturan materinya banyak memiliki kesamaan dengan hukum perdata dan hukum
pidana, istilah-istilah yang digunakan, penafsiran yang digunakan, dan
sanksi-sanksi yang digunakan banyak mengambil dari hukum perdata dan hukum
pidana.
Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata sebagaimana diketahui bahwa hukum
perdata merupakan hubungan hukum yang terjadi antara sesama anggota masyarakat,
sedangkan hukum pajak merupakan hukum publik (bagian dari hukum Administrasi
Negara) yang mengatur hubungan hukum (khususnya masalah pemungutan pajak)
antara cq. Direktorat Jenderal Pajak dengan masyarakat (disebut Wajib Pajak).
Hubungan yang jelas tampak adalah bahwa dalam hukum pajak selalu mencari dasar
kemungkinan pemungutan berdasarkan perbuatan hukum perdata misalnya berupa
perjanjian-perjanjian, hal pendapatan (penghasilan), kekayaan, warisan.
Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana, Hukum pidana yang merupakan
bagian dari hukum publik merupakan hubungan hukum yang terjadi antara
masyarakat dengan pemerintah yang berkaitan dengan masalah tindak pidana.
Ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) banyak dipergunakan dalam peraturan undang-undang pajak.
Wajib pajak yang melanggar ketentuan di bidang perpajakan. Bahkan bahkan
ancaman-ancaman pidana dalam hukum pajak selalu mengacu pada ketentuan hukum
pidana, misalnya terhadap Wajib pajak yang memindahtangankan atau memindahkan
hak atau merusak barang yang telah disita karena tidak melunasi utang pajaknya
akan diancam Pasal 231 KUH Pidana.
Demikian juga apabila terjadi tindak pidana pajak, maka proses penyidikan
dan penuntutan tindak pidana pajak mengacu pada ketentuan KUHP. Termasuk
misalnya dalam hal pembuktian tindak pidana pajak mengacu pada ketentuan Pasal
184 KUHAP.
A. Kedudukan Hukum Pajak
Ø Sistem
Hukum yang berlaku di Indonesia adalah Civil law atau sistem Eropa
Continental.Dalam sistem ini hukum dibagi dua yaitu hukum privat dan hukum
publik.
Ø Hukum
privat adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara sesama individu dalam
kedudukannya yang sederajat.Contoh Hukum perkawinan, perjanjian, kewarisan,
hukum keluarga dan hukum dagang.
Ø Hukum
publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya,
atau dengan kata lain hukum yang mengatur kepentingan umum. Hukum publik
meliputi hukum pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum
lingkungan dan hukum pajak.
Ø Pada
dasarnya hukum pajak dimasukan sebagai bagian dari hukum publik.
Ø Hukum
pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara yang khusus berdiri
sendiri karena mempunyai tugas yang khusus diantaranya sebagai alat menentukan
politik perekonomian negara selain itu pajak mempunyai tata tertib dan istilah
tersendiri untuk lapangan pekerjaannya.
Ø Walaupun
hukum pajak merupakan hukum publik, tetapi mempunyai hubungan erat dengan hukum
privat karena kebanyakan hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya
atas kejadian-kejadian (pendapatan), keadaan-keadaan(kekayaan), dan perbuatan-perbuatan
hukum yang bergerak dalam lingkungan perdata (perjanjian penyerahan, pemindahan
hak karena warisan, kompensasi, pembebasan utang,dll)
B.
Sistematika
Hukum Pajak
Ø
Secara
umum hukum pajak dapat dibedakan menjadi hukum
pajak materiil dan hukum pajak formil.
Ø
Hukum pajak materiil menunjukan siapa sebenarnya
masyarakat wajib pajak, apa dan pendapatan mana yang ditentukan kena pajak dan
berapa besarnya pajak. Oleh karena itu hukum pajak materiil memuat norma-norma yang menerangkan
-
keadaan,
perbuatan, peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak.
-
Memuat
kenaikan pajak, denda, sanksi, pembebasan pajak, pengembalian pajak restitusi
dan
-
Ketentuan
yang memberi hak tagihan kepada fiscus.
Ø
Sehingga
pajak materiil mengandung unsur :
- Siapa sebenarnya yang harus
dikenai pajak
- Apa atau pendapatan mana yang
dikenakan pajak
- Berapa besarnya tarif pajak yang
terutang
Ø
Contoh
hukum pajak materiil adalah
- Undang –
Undang Tentang Pajak
Penghasilan (PPh)
- Undang –
Undang Tentang Pajak
Bumi
dan Bangunan
Ø
Hukum
pajak formil adalah peraturan-peraturan pelaksanaan dan pemberi petunjuk kepada
administrasi pajak dan wajib pajak sepaya pajak dapat dikenakan atau dipungut
secepatnya. aTau merupakan peraturan mengenai cara pengenaan hukum pajak
materiil jadi kenyataan.
Ø
Hukum
pajak formil mengatur beberapa hal :
- pendaftaran objek pajak dan wajib
pajak
- pemungutan pajak
- penyetoran pajak
- pengajuan keberatan
- permohonan banding
f.
permohonanpengurangan
dan penundaan pembayaran dll.
Ø Contoh hukum pajak formal adalah Undang – Undang Nomor 28Tahun 2007Tentang Ketentuan Umum Dan Tatacara
Perpajakan.
0 Response to "Hukum Pajak Kesatu (1) : Pengertian, Fungsi, Penggolongan dan Kedudukan Hukum Pajak "
Post a Comment